Laman

Senin, 06 November 2023

"MEMPERCAYAI JANJI ALLAH"

“Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini. Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air” (Ibr. 11:13-14).

Abraham, Isak dan Yakub, bapa-bapa leluhur bangsa Israel, meninggalkan dunia ini tanpa memiliki apa yang dijanjikan oleh Allah kepada mereka. Sebelum Abraham meninggal, ia mewariskan kepada Isak negeri Kanaan yang secara defacto belum menjadi milik Abraham. Waktu Sarah meninggal, Abraham harus membeli sebuah ladang di Makhpela dengan harga 400 syikal perak untuk menguburkan jenazah Sarah (Kej. 23:17-19). Demikian juga Isak mewariskan tanah itu kepada Yakub walaupun belum menjadi milik sepenuhnya. Yakub bahkan meninggal di Mesir, dan dikuburkan di tempat Sara dan Abraham dikuburkan. Musa, pemimpin Israel keluar dari Mesir, hanya diizinkan melihat dari jauh tanah Kanaan yang dituju bangsa Israel. Barulah setelah Yosua memimpin bangsa Israel masuk Kanaan, maka wilayah itu mulai ditaklukkan dan dibebaskan dari penduduk-penduduk Kanaan.

Abraham, Isak dan Yakub sangat percaya bahwa janji Allah pasti digenapi, yaitu memberikan negeri Kanaan menjadi milik mereka. Tetapi sementara mereka menantikan pemenuhan janji itu, mereka juga melayangkan pandangan iman mereka kepada tanah air sorgawi yang Allah siapkan bagi umat-Nya. Mereka tidak hanya menaruh pengharapan pada janji tentang tanah Kanaan, walaupun Allah memberikan kepada mereka berkat2 jasmani secara ajaib, tetapi mereka terutama menaruh harapan pada tanah air sorgawi dan janji2 tentang berkat rohani.

Dunia ini memang menawarkan banyak hal yang menggiurkan sehingga menjadi jebakan untuk mengabaikan perkara2 rohani yang bersifat kekal. Banyak orang menjadi focus mencari/menunggu janji Tuhan berupa berkat jasmani, dan manakala mereka tidak mendapatkannya seperti keinginannya maka mereka menjadi kecewa.

Karena itu kita harus selalu bercermin kepada Abraham, Isak dan Yakub tentang berharap pada janji Allah yang berkaitan dengan tanah air sorgawi dengan berkat2 rohaninya. Yesus berkata, “Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaran-Nya maka semuanya akan ditambahkan kepadamu" (Mat. 6:33). Focus kita haruslah pada kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, hal lain hanyalah tambahan jika Tuhan berkenan memberikannya. Allah berjanji memberkati umat-Nya dengan berkat2 jasmani, dan terutama berkat2 rohani, berkat yang bersifat kekal.

Mari berpegang teguh pada janji Tuhan dalam menjalani realita kehidupan ini, dan menaruh pengharapan pada janji Allah untuk tanah air sorgawi, karena kita hanya sementara saja di dunia ini.

Tuhan Yesus memberkati kita semua.

 

Memaknai Perayaan Paskah

Setiap tahun umat kristiani merayakan Paskah.
Tentu saja oknum yang menjadi pusat perhatian kita dalam perayaan ini adalah Anak Domba Paskah, yaitu Yesus Kristus. Ia telah mengorbankan diriNya menjadi tebusan bagi manusia.
Dibandingkan dengan perayaan lainnya, seperti halnya Natal, banyak orang menyadari bahwa perayaan Paskah kurang meriah. Persoalan sesungguhnya bukan pada hal kemeriahannya, melainkan pada pemaknaannya.

Umat kristen sekarang tentu tidak dapat lagi menyaksikan langsung bagaimana penderitaan yang dialami oleh Tuhan Yesus di kayu salib dan bagaimana hebatnya peristiwa kebangkitan tiga hari kemudian. Orang berupaya melihat langsung tempat-tempat bersejarah di Kanaan terkait dengan kehidupan Tuhan Yesus pada masa itu, tetapi tetap saja itu menjadi saksi bisu, dan orang bisa salah memaknainya.

Peristiwa kebangkitan Yesus memberi makna bahwa kematian yang ditakuti manusia itu, dapat dikalahkan. Memang manusia tidak dapat melawan kematian, tetapi bagi orang yang ada dalam Kristus, kematian tidak lagi menjadi persoalan. Tidak lagi dipahami sebagai akhir dari segala-galanya, melainkan sebagai jembatan untuk bersekutu selamanya dengan Kristus, karena ada jaminan kebangkitan bagi orang yang mati dalam Kristus.

Berpuasa Tetapi Tidak Mendapat Perhatian Tuhan

Yesaya 58: 3-4
"Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?" Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi.

Penyebabnya adalah:
  1. Tidak fokus. Ayat 3 "pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu". Mengurus urusan memang penting, akan tetapi untuk setiap kondisi kita harus mampu melihat hal-hal yang prioritas. Doa dan puasa digelar karena kesadaran bahwa pergumulan kita itu terlalu besar, solusi yang diharapkan adalah solusi supranatural. Sehingga kita harus benar-benar fokus dalam hal berpuasa. "Mendesak-desak semua buruhmu" adalah tanda bahwa puasa hanyalah sampingan, yang utama adalah usaha melalui para buruh. Bahkan usaha tersebut dikelola tanpa kenal batas dan toleransi. Ini tidak manusiawi.
  2. Tidak bisa mengendalikan diri. Berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju, adalah manifestasi emosi yang tidak terkontrol. Sangat bertolak belakang dengan puasa, karena di dalam puasa ditekankan tentang pengendalian diri. Keinginan untuk makan dapat dikuasai atau ditekan atau ditahan karena kesadaran akan adanya kepentingan yang lebih mendesak. Akan tetapi bila kita tidak dapat mengendalikan diri dan emosi kita, maka mustahil kita dapat berpuasa dengan baik. Kalaupun kita mampu menahan lapar, itu hanya karena ada hal lain yang memotivasinya. Maka yang dihasilkan hanyalah kesalehan palsu.